Rabu, 10 September 2008

BERITA, FITNAH, dan GIBAH

Pekerjaan jurnalistik adalah pekerjaan yang sangat riskan dalam hal suguhan informasi. Paling tidak, suguhan informasi yang ditawarkan bisa berkualitas berita, bisa fitnah dan bisa ghibah. Tiga kualitas informasi tersebut secara kasat mata sulit dibedakan. Ketiganya hanya dibatasi oleh selaput dinding yang tipis, karena itu peran cover both side menjadi kewajiban yang tak terelakkan. Berita pada dasarnya merupakan informasi tentang sesuatu yang faktanya sama dengan yang diinformasikan. Berita bisa bernuansa memuja, mengevaluasi, mengkritik, bahkan sekadar pemaparan biasa. Fitnah, merupakan jenis informasi yang mana isinya berbeda dengan faktanya. Biasanya berita yang disampaikan si penutur lebih buruk dari fakta yang sesungguhnya. Karena itu fitnah, sering diistilahkan Rosul, sebagai perbuatan yang lebih keji dari pembunuhan. Bagaimana tidak, orang yang ditifnah seperti mayat yang tak berdaya dicaci maki dan diburuk rupai sedemikian rupa, sehingga terkesan buruk laku yang tak terampuni. Padahal, mereka yang kerap memfitnah menderita dua kerugian, sebaliknya yang difitnah mendapat dua manfaat sekaligus. "Dosa orang yang difitnah itu akan pindah kepada yang memfitnah, sampai dosa itu habis. Kemudian pahala orang yang memfitnah berpindah kepada yang difitnah," demikian salah satu sahih Bukhori Muslim. Atas dasar riwayat tersebut, suatu hari Imam Syafi'ie mendapat aduan dari istrinya, bahwa para tetangganya telah memfitnah sang imam. Tanpa banyak cingcong, Imam Syafi'ie menyuruh istrinya memasak gulai dan membagikan gulai tersebut kepada para tetangga yang memfitnahnya. Lalu istrinya bertanya, "Mengapa engkau malah menghadiahi orang yang memfitnah dengan gulai-gulai itu?" Imam Syafi'ie manjawab," Karena pahalaku bertambah dan dosaku berkurang." Akan halnya ghibah, Rosulullah pernah bertanya pada sahabat," Bisakah kalian membedakan antara fitnah dan ghibah?" Sahabat menjawab," Tidaklah Rosulnya lebih tahu daripada yang ditanya." Lalu Rosul menjelaskan, "Fitnah itu adalah memberitakan saudara lebih buruk dari yang sesungguhnya. Sedangkan ghibah membicarakan aib saudaramu sesuai keburukan yang dilakukan." Lantas mana lebih parah antara memfitnah dengan menggibah? Rosul mengatakan dosa memfitnah setara dengan membunuh seorang manusia. Sedangkan dosa mengghibah setara melakukan 20 kali berzinah. Pendek kata, keduanya sama-sama tergolong dosa besar. Pertanyaan berikutnya, apa beda mengghibah dengan berita benar tentang seseorang. Bedanya terletak pada moral ketika aib itu dipaparkan. Berita memaparkan aib seseorang dengan tujuan untuk memperbaikinya, sedangkan ghibah memaparkan aib saudara dengan tujuan memang ingin melakukan caracter assasination, menghinakan, dan menistakan. Sikap Rosul Suatu hari dengan tergesa-gesa datang seorang sahabat dari keturunan Arab Gunung kepada Rosulullah, bernama Abun Naba'. Dia membawa berita kontroversial, dikatakan bahwa Aisyah istri Rosul telah berzinah. Sontak jantung Rosul berdetak keras sambil giginya gemeretak geram. "Apa aku kurang membimbing sang istri, apa aku kurang memuaskan, apa aku kurang memberi nafkah, apa aku kurang perhtaian?" demikian Rosul berprasangka terhadap dirinya sendiri. Berita itupun tersiar ke pelosok Mekah sehingga menimbulkan under estimate terhadap istri Rosul. Dalam kebingungan dan gundah gulana, tiba-tiba badan Rosul bergetar keras, keringat bak butiran jagung bercucuran dari kening dan sekujur tubuhnya. Ternyata saat itu Rosul baru mendapat wahyu terkait dengan informasi Abun Naba'. "Wahai orang-orang yang beriman, jika datang seorang fasiq kepadamu membawa berita, maka bertabayunlah. .." demikian penggalan surat Al Hujurot ayat 6 yang baru diterima Rosul. Rosul diingatkan tentang bagaimana bersikap terhadap berita yang sampai kepadanya, apalagi berita itu menyangkut berita buruk. Allah memerintahkan Rosul untuk melakukan tabayun, RCTI lebih senang menggunakan bahasa chek and recheck. Dalam bahasa jurnalistik lebih sering sering disebut dengan cover both side. Setelah dirunut-runut, ditanya dari berbagai sumber, akhirnya Rosul berkesimpulan bahwa berita yang dibawa Abun Naba' adalah berita fasiq (rusak baik si pembawa berita maupun materi berita). Abun Naba' di lingkungan Arab Gunung memang terkenal kerap melakukan fitnah (menceritakan kejelekan orang tapi tanpa bukti) bahkan ghibah (menjelek-jelekkan orang dengan bukti dengan niati menjatuhkan) . Sementara substansi berita juga tidak benar. Padahal cerita yang sebenarnya adalah, Aisyah istri Rosul saat perang Uhud tertinggal di padang pasir dan tersesat. Kebetulan ada seorang sahabat, Abu Darda, yang sedang menunggang kuda. Karena tahu yang tersesat adalah istri Rosul, maka Abu Darda menolong Aisyah dengan mempersilakan menaiki kuda tunggangannya, sedangkan Abu Darda berjalan memegang tali di depan kuda. Selama perjalanan menuju kota Mekah peristiwa itu disaksikan oleh sejumlah orang, termasuk Abun Naba. Begitu mengetahui dan mendapat klarifikasi dari Abu Darda, emosi Rosulpun mereda. Peristiwa itu adalah pelajaran yang sangat berharga bagi Rosul dan penduduk kota Mekah.
Wroted: Djony Edward

Tidak ada komentar:

Posting Komentar